Selasa, 08 Oktober 2013

apa yang kau cari para pendaki


Kurasa mendaki itu cuma butuh tiga hal saja kawan. Duit yang cukup di tangan. Sedikit ketrampilan serta kekuatan. Dan, yang terpenting adalah belas kasihan. Yah, belas kasihan, itu yang paling dibutuhkan oleh seorang petualang. Bukankah karena sebuah belas kasihan Tuhan,  puncak tinggi itu bisa kita gapai dengan tangan? Bukankah karena setitik sifat Rahman-NYA pula kita bisa selamat  pulang, dan kembali berkumpul dengan keluarga?.
Kawan, mendaki itu bukan sebatas menumpuk dokumentasi di situs jejaring pribadi. Bukan pula ajang pembuktian sebagai seorang pencinta alam yang jantan. Jika itu saja yang ada dalam pikiranmu, kurasa kau masih belum memahami esensi dari mendaki. Dari setiap cucuran keringat, disitu ada mutiara hikmat. Dalam setiap perjalanan, disitu pula ada makna pelajaran tentang kehidupan.
Saat kau dirundung gila tenar dan sanjung. Cobalah untuk berdiri di puncak tinggi itu. Lihat kawan, adakah sorak sorai tepuk tangan penonton yang mengitarimu. Adakah spanduk “selamat datang” yang menyambutmu? Mungkinkah pula ada sebuah tropi yang bisa kau angkat tinggi-tinggi sebagai tanda kemenanganmu?
Saat kau di puncak tinggi itu, mungkin saja kau merasa lebih tinggi dari segalanya. Coba tengok di sekelilingmu. Kanan, kiri dan juga  yang ada di atasmu. Lihat, bandingkan dirimu dengan bentang alam yang menghampar di sana. Bayangkan dirimu ada diantaranya, itulah sebenarnya dirimu. Kau tak lebih hanyalah sebuah noktah yang mungkin tak nampak jika ditatap dari kejauhan. Masihkah kau merasa lebih tinggi? Jadi, kenapa kita merasa seakan mampu memegang matahari? Bukankah di atas langit masih ada langit kawan? Tak mungkin  kita mampu menggapai matahari itu. Bahkan untuk menatapnya saja, kau tak akan kuasa oleh silaunya.
Berada di puncak yang paling tinggi, bukan berarti kita telah menjadi pemenang sejati.  Jangan lupa kawan, semakin tinggi tempat kita berdiri, semakin kencang pula angin yang menerpa di kanan kiri. Posisi tinggi dalam kehidupan bukanlah jaminan tidur kita akan menjadi aman sekaligus nyaman. Sebab, bisa jadi ada angin dari luar sana yang akan menerpamu secara bertubi-tubi. Sekencang-kencangnya, tanpa kau sadari dari arah mana datangnya. Bahkan acapkali angin itu mencoba menjatuhkanmu hingga posisi serendah-rendahnya. Tapi, santai saja kawan. Bukan itu yang perlu kamu takuti. Jadikan saja ikhlas dan sabar sebagai tameng  untuk menahan terpaan angin di luaran sana.
Kuhanya takut  hembusan angin kecil dalam diri yang justru akan menggoyahkan kaki penopang kita berdiri. Tiupan angin dalam hati bernama sombong, riya’ dan dengki, itulah yang harus kita waspadai. Jangan biarkan tiupan itu semakin berhembus, menerobos dinding hati ini. Sebab, jika itu menjadi kebiasaan, bisa jadi akan menjadi sindrom saat usia senja nanti. Saat rambutmu telah dipenuhi uban, kau masih saja sibuk berebut pujian. Saat keriput mulai membalut kulitmu, kau pun masih saja bernafsu memburu jempol-jempol itu.
Kawan, bukan berarti aku antipati pada kata-kata mendaki. sebab, hingga hari ini petualangan itu masih kusenangi. Mungkin saja aku sedang jemu untuk melakukannya. Seperti halnya kejemuanku pada dunia abstrak yang sedang kulakoni lewat layar mini ini. Mungkin ada baiknya kita berbincang tentang hal yang lain saja. Sesuatu yang lebih pencinta alam tentunya. Tentang periculum in mora. Atau tentang alam raya yang butuh sentuhan sayang dari tangan kita. Kenapa kita enggan perbincangkan  jernih sungai yang sekarang berubah bak comberan? Kenapa kita tak berdiskusi lagi tentang burung-burung yang enggan bernyanyi kala pagi hari?


Mungkin lain waktu kubiarkan ransel gunung itu kembali memijat lembut punggungku. Mungkin lain hari aku akan kembali mendaki sepertimu. Tapi, tentu saja bukan bermaksud untuk menjadi yang lebih tinggi, atau mungkin meninggi. Sebab, mendaki itu kulakoni ‘tuk sekedar mengasorkan diri.
Salam Lestari !
Note : Hari ini lantunan Murattal “Al-Baqarah” Ust. Abu Usamah terasa lebih merdu dibanding kicauan sekerumunan burung di semak belukar itu

sumber : http://gispala.wordpress.com

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

1 komentar:

Posting Komentar